Selasa, 13 Desember 2011

RA Kartini


RA Kartini
Tanggal 21 April yang telah ditetapkan pemerintah sebagai salah satu hari besar nasional merupakan hari kelahiran Raden Ajeng Kartini yang untuk memperingatinya digelar berbagai macam kegiatan dan acara dengan tema emansipasi wanita. Kartini dijuluki sebagai perintis perjuangan emansipasi yang selanjutnya berkembang menjadi gerakan feminisme. Julukan ini didasarkan pada surat-surat yang ditulis Kartini kepada teman-temannya yang terangkum dalam buku “Habis Gelap Terbitlah Terang”. Sebagian kecil kisah hidupnya dan pemikirannya tertulis dalam surat-surat tersebut. Namun, makna keseluruhan dan terpenting dari sebagian besar kisah hidupnya tak sehebat pemikiran feminismenya.
PEMIKIRAN KARTINI
Apa yang terlanjur lekat dengan sosok Kartini sebenarnya hanyalah sebagian proses hidupnya yang gelisah. Akhir proses kartini tak banyak terungkap. Pemikiran pada awal prosesnya-lah yang terlanjur lantang disuarakan sehingga lekat pada namanya. Padahal, menjelang akhir hayatnya, Pemikiran kartini telah banyak berubah.
Tidak  bisa disalahkan kalo ada orang yang beranggapan Kartini memperjuangkan emansipasi, mendobrak adat, dan berkiblat ke Barat, serta mengkritisi Islam. Pada awalnya, Kartini emang demikian. Inilah contoh surat-suratnya:
"…Orang kebanyakan meniru kebiasaan orang baik-baik, orang baik-baik itu meniru perbuatan orang yang lebih tinggi pula, dialah orang Eropa" [surat kepada Stella, 25 Mei 1899]
"Aku mau meneruskan pendidikan ke Holland, karena Holland akan menyiapkan aku lebih baik untuk tugas besar yang telah aku pilih." [surat kepada Ny Ovinksoer, 1900]
“…bagaimana aku dapat mencintai agamaku kalau aku tidak mengerti dan tidak boleh memahaminya. Al Quran terlalu suci, tidak boleh diterjemahkan ke dalam bahasa apapun. Di sini tidak ada orang yang mengerti bahasa Arab. Orang-orang di sini membaca Al Quran tetapi tidak mengerti apa yang dibacanya. Kupikir, pekerjaan orang gilakah, orang yang diajar membaca tetapi tidak mengerti apa yang dibacanya…”[kepada Stella, 06 November 1899]
Dari petikan surat di atas, dianggap bahwa Kartini menentang adat, menghadap ke barat (Eropa) dan mengecilkan Islam. Dapat dikatakan bahwa pemikiran Kartini ini didasarkan pada kondisinya yang berasal dari keluarga ningrat dan keadaan bangsa Indonesia pada saat itu. Kita ketahui bersama bahwa pada masa penjajahan Belanda yang diperbolehkan “makan bangku sekolahan” hanyalah golongan orang-orang tertentu. Yang tentunya dengan ini, teman-teman Kartini berasal dari keluarga terpandang dan juga orang Belanda (Eropa). Kemudian pada masa penjajahan Belanda, tidak diperbolehkan penterjemahan Al Quran sehingga hal ini mewajarkan ketidaktahuan tentang agama Islam itu sendiri
Tidak heran kalo Kartini punya pemikiran demikian. Teman surat-menyurat Kartini kebanyakan adalah orang barat yang hendak membaratkan kaum ningrat di Indonesia, dimana tujuan akhirnya adalah agar mereka tidak melakukan perlawanan terhadap pemerintah Hindia Belanda pada jaman tersebut. Mari kita simak teman-teman korespodensi Kartini.  siapa sajakah mereka..?.
1. J.H. Abendon
Abendon ditugaskan oleh Belanda sebagai Direktur Deptemen Pendidikan, Agama, dan Kerajinan. Abendon banyak meminta nasihat dari Snouck Hurgronye (seorang orientalis). Menurut Hurgronye, golongan yang paling keras menentang penjajah Belanda adalah golongan Islam. Memasukkan peradaban Barat dalam masyarakat pribumi adalah cara yang paling jitu untuk mengatasi pengaruh Islam. Tidak mungkin membaratkan rakyat, kecuali jika ningratnya telah dibaratkan. Untuk tujuan itu, langkah pertama yang harus diambil adalah mendekati kalangan ningrat terutama yang menganut agama Islam untuk kemudian dibaratkan. Dan Hurgronye menyarankan Abendanon untuk mendekati Kartini.
 
2. Stella (Estelle Zeehandelaar)
Seorang wanita Yahudi, anggota militan pergerakan feminis di negeri Belanda saat itu.
3. Nellie Van Kol (Ny. Van Kol)
Ia adalah seorang penulis yang mempunyai pendirian humanis dan progresif. Dialah orang yg paling berperan dalam mendangkalkan aqidah Kartini. Pada awalnya, ia bermaksud untuk memurtadkan Kartini dengan kedatangannya seolah-olah sebagai penolong yang mengangkat Kartini dari ketidakpeduliannya terhadap agama.
AKHIR PEMIKIRAN KARTINI
Namun, hidayah    akhirnya   menghampiri Kartini melalui pengajian tentang tafsir Al-Fatihah yang disampaikan Kyai Soleh Darat bertempat di rumah paman Kartini – seorang Bupati Demak –. Dari perbincangannya dengan Kartini, akhirnya Kyai Soleh menerjemahkan Al Quran ke dalam bahasa Jawa dari surat Al Fatihah sampai dengan surat Ibrahim. Suatu ketika Kartini berkunjung ke rumah pamannya, seorang Bupati Demak. Saat itu sedang berlangsung pengajian bulanan khusus untuk anggota keluarga. Kartini ikut mendengarkan pengajian bersama wanita lain dari balik tabir. Kartini tertarik kepada materi  yg sedang diberikan, tafsir Al Fatihah, oleh Kyai Saleh Darat. Setelah selesai pengajian, Kartini mendesak pamannya agar bersedia untuk menemaninya menemui Kyai Sholeh Darat.
Dalam usianya begitu muda ia bahkan telah dapat menginspirasikan sebuah pekerjaan besar bagi umat Islam di tanah Jawa waktu itu, yaitu terjemahan atau intepretasi kandungan Al-Quran ke dalam bahasa Jawa yang belum ada waktu itu kepada seorang ulama besar dari Semarang, KH Muhammad Soleh bin Umar (Ida S. Widayanti, Majalah Suara Hidayatullah : April 2001). Berkat pertemuannya dengan Kartini, Kiai Soleh tergugah untuk menterjemahkan Al-Qur'an ke dalam bahasa Jawa. Hasil terjemahan al-Qur'an (Faizhur Rohman Fit Tafsiril Quran) jilid ke I yang terdiri dari (hanya) 13 juz yang kemudian diberikannya sebagai hadiah pernikahan Kartini. Bayangkan sebuah hadiah perkawinannya adalah sebuah karya besar bagi sebuah komunitas besar manusia.. Sayang Kiai Soleh wafat sebelum menyelesaikan pekerjaan besar itu.
Dan dari terjemahan tersebut, pemikiran-pemikiran awal Kartini juga pandangannya tentang Barat (asumsi orang terbaik adalah orang Eropa)  berangsur luntur.
Hal ini dapat diketahui dari petikan suratnya yang ditujuakan kepada Ny. Van Kol, 21 Juli 1902 “… moga-moga kami mendapat rahmat, dapat bekerja membuat umat agama lain memandang agama Islam patut disukai…”
Selain faktor teman buruk, kaum muslim di sekeliling Kartini juga punya pemahaman yang salah terhadap Islam. Mereka mengajarkan Islam tanpa memahamkan apa yang diajarkan. coba kita simak surat kartini kepada stella berikut ini.
"Bagaimana aku dapat mencintai agamaku kalau aku tidak mengerti dan tidak boleh memahaminya. Al Qur'an terlalu suci, tidak boleh diterjemahkan ke dalam bahasa apapun. Disini tidak ada yang mengerti bahasa Arab. Orang-orang disini belajar membaca Al Qur'an tapi tidak mengerti apa yang dibacanya. Kupikir, pekerjaan orang gilakah, orang diajar membaca tapi tidak mengerti apa yg dibacanya." [surat kepada Stella, 6 Nov 1899]
Perlu diketahui pada waktu pemerintahan Hindia Belanda umat muslim memang dibolehkan mengajarkan Al Qur'an dengan syarat nggak diterjemahin alias cuma belajar baca huruf arab (pengaruh ini masih dapat kita jumpai saat ini, dimana belajar Al-quran dianggap selesai ketika telah mampu membaca Al-quran dengan lancar sampai akhir walaupun tidak paham makna-nya –khataman-). Dan ini memang taktik belanda agar orang-orang Indonesia tidak paham terhadap Al-quran dan akhirnya mereka tidak akan angkat senjata kepada penjajah belanda.
Kartini menceritakan bahwa selama hidupnya baru kali itulah dia sempat mengerti makna dan arti surat Al Fatihah, yang isinya begitu indah menggetarkan hati. Kemudian atas permintaan Kartini, Kyai Sholeh diminta menerjemahkan Al Qur'an dalam bahasa Jawa di dalam sebuah buku berjudul Faidhur Rahman Fit Tafsiril Quran jilid pertama yang terdiri dari 13 juz, mulai surat Al Fatihah hingga surat Ibrahim. Buku itu dihadiahkan kepada Kartini saat dia (Kartini) menikah dengan R. M. Joyodiningrat, Bupati Rembang.
Kyai Sholeh meninggal saat baru menerjemahkan jilid pertama tersebut. Namun, Kartini hal ini sudah cukup membuka pikiran Kartini dalam mengenal Islam.
Sebenarnya ungkapan Habis Gelap Terbitlah Terang itu sebenarnya Kartini temukan dalam surat Al Baqarah ayat 257, yaitu firman Allah"…minazh-zhulumaati ilan-nuur" yang artinya "dari kegelapan-kegelapan (kekufuran) menuju cahaya (Islam)". Oleh Kartini diungkapkan dalam bahasa Belanda "Door Duisternis Tot Licht". dan kemudian oleh Armien pane yang menerjemahkan kumpulan surat-surat Kartini diungkapkan menjadi "Habis Gelap Terbitlah Terang"
 
Kartini kemudian merumuskan arti pentingnya pendidikan untuk wanita, bukan untuk menyaingi kaum laki-laki seperti yang diyakini oleh pejuang feminisme dan emansipasi saat ini (sebenarnya lebih cocok disebut sebagai westernisasi) , namun agar para wanita lebih cakap menjalankan kewajibannya sebagai Ibu. Kartini menulis dalam suratnya:
"Kami disini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak perempuan, bukan sekali-kali karena kami menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan hidupnya. Tapi karena kami yakin pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam sendiri ke dalam tangannya: menjadi Ibu, pendidik manusia yang pertama-tama. " [kepada Prof. Anton dan Nyonya, 4 Okt 1902]
Dan tidak hanya itu, pandangannya terhadap Barat pun berubah. Kartini menulis;
"Dan saya menjawab, Tidak ada Tuhan kecuali Allah. Kami mengatakan bahwa kami beriman kepada Allah dan kami   tetap beriman kepada-Nya. Kami ingin mengabdi kepada Allah dan bukan kepada manusia. Jika sebaliknya tentulah kami sudah memuja orang dan bukan Allah" [kpd Ny. Abendanon, 12 Okt 1902]
"Sudah lewat masanya, tadinya kami mengira bahwa masyarakat Eropa itu benar-benar satu-satunya yang paling baik, tiada taranya. Maafkan kami, tetapi apakah Ibu sendiri menganggap masyarakat Eropa itu sempurna? Dapatkah Ibu menyangkal bahwa di balik hal yang indah dalam masyarakat Ibu, terdapat banyak hal-hal yang sama sekali tidak patut disebut sebagai peradaban?" [surat kepada Ny. Abendanon, 27 Okt 1902]
                Kartini meninggal dalam usia muda 25 thn, empat hari setelah melahirkan putranya. Ia tak sempat belajar Islam lebih dalam. namun yang patut disayangkan kebanyakan orang mengetahui Ibu Kartini hanyalah sekedar pejuang emansipasi wanita. Banyak orang yang nggak tahu perjalanan Kartini menemukan Islam dan perubahan pola pikirnya. [WF] (dari berbagai sumber)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar